Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat

Peneliti

Arif Nugraha

Editor

Dewi Nurita

Selain memilih gubernur untuk Jawa Barat, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupaten mu.

Selain memilih gubernur untuk Jawa Barat, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupaten mu.

Calon Pasangan Kandidat

(4)

:

no.1

Acep Adang Ruhiat & Gitalis Dwinatarina

Acep Adang Ruhiat & Gitalis Dwinatarina

KOALISI PARTAI

Koalisi PKB

Koalisi PKB

no.2

Jeje Wiradinata & Ronal Surapradja

Jeje Wiradinata & Ronal Surapradja

KOALISI PARTAI

Koalisi PDIP

Koalisi PDIP

no.3

Ahmad Syaikhu & Ilham Habibie

Ahmad Syaikhu & Ilham Habibie

KOALISI PARTAI

Koalisi PKS

Koalisi PKS

no.4

Dedi Mulyadi & Erwan Setiawan

Dedi Mulyadi & Erwan Setiawan

Koalisi Kim Plus

Koalisi Kim Plus

Profil daerah

PERMASALAHAN DAERAH

BACA LAINNYA

πŸ—ΊοΈ Profil Daerah

πŸ—ΊοΈ Profil Daerah

Tentang Daerah

Jawa Barat adalah provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia. Bandung sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat industri kreatif, sementara wilayah lainnya seperti Bogor dan Sukabumi menawarkan potensi wisata alam.

Jumlah Penduduk

Β± 50 Juta

Luas

35.377 kmΒ²

Kabupaten

18

Kota

9

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

6.91 %

-0.98

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 2,05 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

Β± Rp 2.625 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/ Manufaktur

Rp 1.099 Triliun

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Rp 379 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 222 Triliun

Tentang Daerah

Jawa Barat adalah provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia. Bandung sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat industri kreatif, sementara wilayah lainnya seperti Bogor dan Sukabumi menawarkan potensi wisata alam.

Jumlah Penduduk

Β± 50 Juta

Luas

35.377 kmΒ²

Kabupaten

18

Kota

9

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

6.91 %

-0.98

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 2,05 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

Β± Rp 2.625 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/ Manufaktur

Rp 1.099 Triliun

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Rp 379 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 222 Triliun

Tentang Daerah

Jawa Barat adalah provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia. Bandung sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat industri kreatif, sementara wilayah lainnya seperti Bogor dan Sukabumi menawarkan potensi wisata alam.

Jumlah Penduduk

Β± 50 Juta

Luas

35.377 kmΒ²

Kabupaten

18

Kota

9

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

6.91 %

-0.98

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 2,05 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

Β± Rp 2.625 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/ Manufaktur

Rp 1.099 Triliun

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Rp 379 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 222 Triliun

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

Ketimpangan Sosial

Ekonomi dan kesejahteraan

Ketimpangan Ekonomi, dan Kesejahteraan

Kalau anda ingin tahu daerah dengan Upah Minimum Regional (UMR) tertinggi di Indonesia, jawabannya adalah Kota Bekasi. Setelah Bekasi menyusul Kota Karawang–keduanya merupakan pusat industri di Jawa Barat. Namun jika anda bertanya daerah dengan UMR terendah di Indonesia, banyak di antaranya juga ada di Jawa Barat, cek saja UMR Kota Banjar, Kuningan, Pangandaran, Ciamis dan Garut–angkanya sangat jomplang dengan Karawang dan Bekasi.


Ketimpangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan memang masih menjadi masalah serius di Jawa Barat. Bukan hanya soal upah, ketimpangan terjadi di berbagai aspek. Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, misalnya, meskipun terpisah hanya beberapa kilometer, Kota Bandung menempati peringkat pertama dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023, sementara Kabupaten Bandung berada di posisi sepuluh. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bandung juga dua kali lipat lebih tinggi dari Kota Bandung. Dekat secara geografis, namun jauh dalam hal kesejahteraan.


Penyebab utama ketimpangan ini adalah pembangunan yang terfokus di beberapa titik saja, seperti Kota Bandung yang menjadi pusat pemerintahan dan beberapa daerah di wilayah utara Jawa Barat, seperti Bekasi dan Karawang dijadikan pusat industri. Sementara itu, daerah lain tertinggal, tanpa mendapatkan manfaat yang sama dari kemajuan tersebut. 


Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan Jawa Barat menempati peringkat ketiga provinsi dengan ketimpangan ekonomi tertinggi di Indonesia, setelah DKI Jakarta dan DIY Yogyakarta. Ketimpangan ini juga memicu masalah kemiskinan, dengan Kabupaten Bogor mencatat jumlah penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat, diikuti oleh Garut, Cirebon, dan Bandung.

Ketimpangan Sosial

Ekonomi dan kesejahteraan

Ketimpangan Ekonomi, dan Kesejahteraan

Kalau anda ingin tahu daerah dengan Upah Minimum Regional (UMR) tertinggi di Indonesia, jawabannya adalah Kota Bekasi. Setelah Bekasi menyusul Kota Karawang–keduanya merupakan pusat industri di Jawa Barat. Namun jika anda bertanya daerah dengan UMR terendah di Indonesia, banyak di antaranya juga ada di Jawa Barat, cek saja UMR Kota Banjar, Kuningan, Pangandaran, Ciamis dan Garut–angkanya sangat jomplang dengan Karawang dan Bekasi.


Ketimpangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan memang masih menjadi masalah serius di Jawa Barat. Bukan hanya soal upah, ketimpangan terjadi di berbagai aspek. Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, misalnya, meskipun terpisah hanya beberapa kilometer, Kota Bandung menempati peringkat pertama dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023, sementara Kabupaten Bandung berada di posisi sepuluh. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bandung juga dua kali lipat lebih tinggi dari Kota Bandung. Dekat secara geografis, namun jauh dalam hal kesejahteraan.


Penyebab utama ketimpangan ini adalah pembangunan yang terfokus di beberapa titik saja, seperti Kota Bandung yang menjadi pusat pemerintahan dan beberapa daerah di wilayah utara Jawa Barat, seperti Bekasi dan Karawang dijadikan pusat industri. Sementara itu, daerah lain tertinggal, tanpa mendapatkan manfaat yang sama dari kemajuan tersebut. 


Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan Jawa Barat menempati peringkat ketiga provinsi dengan ketimpangan ekonomi tertinggi di Indonesia, setelah DKI Jakarta dan DIY Yogyakarta. Ketimpangan ini juga memicu masalah kemiskinan, dengan Kabupaten Bogor mencatat jumlah penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat, diikuti oleh Garut, Cirebon, dan Bandung.

Ketimpangan Sosial

Ekonomi dan kesejahteraan

Ketimpangan Ekonomi, dan Kesejahteraan

Kalau anda ingin tahu daerah dengan Upah Minimum Regional (UMR) tertinggi di Indonesia, jawabannya adalah Kota Bekasi. Setelah Bekasi menyusul Kota Karawang–keduanya merupakan pusat industri di Jawa Barat. Namun jika anda bertanya daerah dengan UMR terendah di Indonesia, banyak di antaranya juga ada di Jawa Barat, cek saja UMR Kota Banjar, Kuningan, Pangandaran, Ciamis dan Garut–angkanya sangat jomplang dengan Karawang dan Bekasi.


Ketimpangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan memang masih menjadi masalah serius di Jawa Barat. Bukan hanya soal upah, ketimpangan terjadi di berbagai aspek. Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, misalnya, meskipun terpisah hanya beberapa kilometer, Kota Bandung menempati peringkat pertama dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023, sementara Kabupaten Bandung berada di posisi sepuluh. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bandung juga dua kali lipat lebih tinggi dari Kota Bandung. Dekat secara geografis, namun jauh dalam hal kesejahteraan.


Penyebab utama ketimpangan ini adalah pembangunan yang terfokus di beberapa titik saja, seperti Kota Bandung yang menjadi pusat pemerintahan dan beberapa daerah di wilayah utara Jawa Barat, seperti Bekasi dan Karawang dijadikan pusat industri. Sementara itu, daerah lain tertinggal, tanpa mendapatkan manfaat yang sama dari kemajuan tersebut. 


Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan Jawa Barat menempati peringkat ketiga provinsi dengan ketimpangan ekonomi tertinggi di Indonesia, setelah DKI Jakarta dan DIY Yogyakarta. Ketimpangan ini juga memicu masalah kemiskinan, dengan Kabupaten Bogor mencatat jumlah penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat, diikuti oleh Garut, Cirebon, dan Bandung.

Pengangguran Tinggi

Ekonomi dan kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Tinggi

Bak judul lagu pertama Bernadya dalam album terbarunya, Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan, jutaan Gen-Z di Jawa Barat harus terus menjalani hidup, meski dengan status pengangguran.


Per Agustus 2023, tingkat pengangguran di Jawa Barat mencapai 7,44%-- tertinggi kedua di Indonesia setelah Banten. Naiknya angka pengangguran ini dipicu oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di tahun yang sama. Hingga November 2023, Jawa Barat mencatat jumlah PHK terbanyak di Indonesia, mencapai 17 ribu orang. 


Penyebab utama PHK massal ini adalah relokasi industri pascapandemi dan pergeseran daya tarik pertumbuhan manufaktur ke Jawa Tengah. Situasi ini meninggalkan tugas berat bagi Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk segera mengatasi masalah pengangguran yang berpotensi menimbulkan berbagai masalah baru.


Tingginya angka pengangguran ini ditengarai menjadi pemicu lonjakan utang pinjaman online (pinjol). Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Desember 2023, Jawa Barat mencatat entitas pengutang pinjol terbesar di Indonesia, mencapai Rp16,59 triliun atau 27,82% dari total utang pinjol nasional. 


Meningkatnya jumlah pengutang pinjol ini agaknya mencerminkan keputusasaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok di tengah ketidakpastian lapangan pekerjaan. Situasi ini menciptakan lingkaran setan yang harus segera diatasi dengan kebijakan dan solusi konkret.

Pengangguran Tinggi

Pengangguran Tinggi

Ekonomi dan kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Tinggi

Bak judul lagu pertama Bernadya dalam album terbarunya, Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan, jutaan Gen-Z di Jawa Barat harus terus menjalani hidup, meski dengan status pengangguran.


Per Agustus 2023, tingkat pengangguran di Jawa Barat mencapai 7,44%-- tertinggi kedua di Indonesia setelah Banten. Naiknya angka pengangguran ini dipicu oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di tahun yang sama. Hingga November 2023, Jawa Barat mencatat jumlah PHK terbanyak di Indonesia, mencapai 17 ribu orang. 


Penyebab utama PHK massal ini adalah relokasi industri pascapandemi dan pergeseran daya tarik pertumbuhan manufaktur ke Jawa Tengah. Situasi ini meninggalkan tugas berat bagi Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk segera mengatasi masalah pengangguran yang berpotensi menimbulkan berbagai masalah baru.


Tingginya angka pengangguran ini ditengarai menjadi pemicu lonjakan utang pinjaman online (pinjol). Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Desember 2023, Jawa Barat mencatat entitas pengutang pinjol terbesar di Indonesia, mencapai Rp16,59 triliun atau 27,82% dari total utang pinjol nasional. 


Meningkatnya jumlah pengutang pinjol ini agaknya mencerminkan keputusasaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok di tengah ketidakpastian lapangan pekerjaan. Situasi ini menciptakan lingkaran setan yang harus segera diatasi dengan kebijakan dan solusi konkret.

Citarum Darurat Sampah

Iklim dan lingkungan

Masalah Sampah dan Pencemaran Air

Tahukah kamu jika setiap warga Jawa Barat memproduksi 700 gram sampah setiap harinya? 


Total timbunan sampah di Jawa Barat mencapai 35.000 ton per harinya. Bila dirata-ratakan terhadap jumlah penduduk Jawa Barat, maka setiap orang menghasilkan 0,7 kg sampah setiap harinya. Komposisi sampah yang dihasilkan, 60 persen sampah organik dan 40 persennya sampah non organik. Dari jumlah tersebut, jumlah sampah tertangani sebanyak 40%, sementara 60% sisanya belum tertangani dan tidak sedikit yang akhirnya berlabuh di sungai.


Kita bisa menyaksikan pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di Jawa Barat tahun ini, diwarnai oleh aksi pengangkutan 3 ton sampah dari Sungai Citarum. Sebanyak 60 persen dari sampah yang diangkut adalah plastik low value, sementara sisanya berupa sampah residu seperti styrofoam dan popok bayi.


Sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat yang melintasi 13 kota/kabupaten, Sungai Citarum memegang peran vital bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Namun, pada 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa 1.217 desa/kelurahan di Jawa Barat terdampak pencemaran air, menjadikan provinsi ini peringkat kedua nasional dalam hal pencemaran air. 


Menurut Walhi Jawa Barat, wilayah Bandung Rayaβ€”yang mencakup Kota dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Baratβ€”berperan kunci dalam upaya pemulihan Sungai Citarum. Musababnya, wilayah ini dinilai sebagai akar masalah pencemaran, tumpukan sampah, dan lahan kritis di hulu sungai, yang memicu bencana ekologis selama kemarau dan musim hujan.


Apa daya, kondisi saat ini diperparah oleh minimnya sosialisasi dan ketegasan aparat penegak hukum dalam menindak para pelaku pencemaran dan perusak Sungai Citarum, menjadikan harapan untuk sungai yang bersih semakin pudar.

Citarum Darurat Sampah

Citarum Darurat Sampah

Iklim dan lingkungan

Masalah Sampah dan Pencemaran Air

Tahukah kamu jika setiap warga Jawa Barat memproduksi 700 gram sampah setiap harinya? 


Total timbunan sampah di Jawa Barat mencapai 35.000 ton per harinya. Bila dirata-ratakan terhadap jumlah penduduk Jawa Barat, maka setiap orang menghasilkan 0,7 kg sampah setiap harinya. Komposisi sampah yang dihasilkan, 60 persen sampah organik dan 40 persennya sampah non organik. Dari jumlah tersebut, jumlah sampah tertangani sebanyak 40%, sementara 60% sisanya belum tertangani dan tidak sedikit yang akhirnya berlabuh di sungai.


Kita bisa menyaksikan pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di Jawa Barat tahun ini, diwarnai oleh aksi pengangkutan 3 ton sampah dari Sungai Citarum. Sebanyak 60 persen dari sampah yang diangkut adalah plastik low value, sementara sisanya berupa sampah residu seperti styrofoam dan popok bayi.


Sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat yang melintasi 13 kota/kabupaten, Sungai Citarum memegang peran vital bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Namun, pada 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa 1.217 desa/kelurahan di Jawa Barat terdampak pencemaran air, menjadikan provinsi ini peringkat kedua nasional dalam hal pencemaran air. 


Menurut Walhi Jawa Barat, wilayah Bandung Rayaβ€”yang mencakup Kota dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Baratβ€”berperan kunci dalam upaya pemulihan Sungai Citarum. Musababnya, wilayah ini dinilai sebagai akar masalah pencemaran, tumpukan sampah, dan lahan kritis di hulu sungai, yang memicu bencana ekologis selama kemarau dan musim hujan.


Apa daya, kondisi saat ini diperparah oleh minimnya sosialisasi dan ketegasan aparat penegak hukum dalam menindak para pelaku pencemaran dan perusak Sungai Citarum, menjadikan harapan untuk sungai yang bersih semakin pudar.

Korupsi Kepala Daerah

Korupsi dan Kebebasan Berpendapat

Sederet Kepala Daerah Terjerat Korupsi

Jika ada pertanyaan tentang kriteria ideal yang diinginkan masyarakat Jawa Barat untuk menjadi kepala daerah berikutnya, jawaban pertama yang mungkin terlintas adalah: tidak korupsi.


Kita tentu sangat berharap warga Jabar tidak mengalami trauma memilih calon kepala daerah setiap gelaran Pilkada. Bagaimana tidak, sejak 2018, sederet kepala daerah telah ditangkap oleh KPK karena kasus korupsi. Dari Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin hingga Wali Kota Bandung Yana Mulyana, catatan kelam ini telah mencoreng integritas kepemimpinan daerah di Jawa Barat. Pada semester I tahun 2023, KPK menerima 2.707 laporan dugaan korupsi secara nasional. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan laporan terbanyak, yakni 359, diikuti oleh Jawa Barat di peringkat kedua dengan 266 laporan.


Tingginya tingkat korupsi di suatu daerah tentunya berdampak langsung pada pembangunan. Bagaimana mungkin kebutuhan publik terpenuhi jika kepala daerahnya lebih mementingkan kepentingan pribadi? Korupsi di Jawa Barat mencerminkan bahwa asas pemerintahan yang baik, seperti akuntabilitas dan transparansi, tidak berjalan dengan semestinya.


Maka dari itu, masyarakat Jawa Barat perlu lebih bijak dalam Pilkada 2024. Mengetahui rekam jejak calon, memahami visi-misi mereka, dan tidak tergoda oleh gimmick adalah langkah awal untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang berintegritas.

Korupsi Kepala Daerah

Korupsi Kepala Daerah

Korupsi dan Kebebasan Berpendapat

Sederet Kepala Daerah Terjerat Korupsi

Jika ada pertanyaan tentang kriteria ideal yang diinginkan masyarakat Jawa Barat untuk menjadi kepala daerah berikutnya, jawaban pertama yang mungkin terlintas adalah: tidak korupsi.


Kita tentu sangat berharap warga Jabar tidak mengalami trauma memilih calon kepala daerah setiap gelaran Pilkada. Bagaimana tidak, sejak 2018, sederet kepala daerah telah ditangkap oleh KPK karena kasus korupsi. Dari Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin hingga Wali Kota Bandung Yana Mulyana, catatan kelam ini telah mencoreng integritas kepemimpinan daerah di Jawa Barat. Pada semester I tahun 2023, KPK menerima 2.707 laporan dugaan korupsi secara nasional. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan laporan terbanyak, yakni 359, diikuti oleh Jawa Barat di peringkat kedua dengan 266 laporan.


Tingginya tingkat korupsi di suatu daerah tentunya berdampak langsung pada pembangunan. Bagaimana mungkin kebutuhan publik terpenuhi jika kepala daerahnya lebih mementingkan kepentingan pribadi? Korupsi di Jawa Barat mencerminkan bahwa asas pemerintahan yang baik, seperti akuntabilitas dan transparansi, tidak berjalan dengan semestinya.


Maka dari itu, masyarakat Jawa Barat perlu lebih bijak dalam Pilkada 2024. Mengetahui rekam jejak calon, memahami visi-misi mereka, dan tidak tergoda oleh gimmick adalah langkah awal untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang berintegritas.

Kekerasan Gender

Kebudayaan dan Isu Toleransi

Kasus kekerasan berbasis gender masih tinggi di Jawa Barat

Kuatnya budaya patriarki menyebabkan kasus kekerasan berbasis gender masih tinggi di Jawa Barat. Berdasarkan policy brief yang disusun oleh LBH APIK, kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 2.738 kasus pada 2020, menempati peringkat ketiga tertinggi untuk Angka Perempuan Korban Kekerasan. Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menjadi jenis kasus yang paling dominan, terutama menimpa perempuan muda dalam rentang usia 13-17 tahun.


Lalu pada 2023, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Forum Pengadaan Layanan (FPL) merilis Laporan Sinergi Data Kekerasan terhadap Perempuan periode 2023. Dalam laporan tersebut, tercatat ada 34.682 perempuan yang melaporkan dirinya sebagai korban kekerasan. Berdasarkan provinsinya, kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di Jawa Barat, dengan 3.901.


Merespons masalah tersebut, pemerintah Jawa Barat meluncurkan layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Terintegrasi. Layanan ini diintegrasikan dengan layanan Sapawarga yang dikelola oleh Diskominfo Jawa Barat, diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan perlindungan perempuan dan anak.


Namun, upaya tersebut dinilai tidak cukup untuk menekan angka kekerasan berbasis gender di Jawa Barat. Pemerintah diharapkan menilik lebih jauh kepada akar persoalan, bukan hanya merespons saat sudah terjadi kasus. Menurut Savy Amira, Women’s Crisis Centre, tingginya angka kekerasan berbasis gender di Jawa Barat salah satunya disebabkan oleh belum tercapainya kesetaraan gender. Maraknya kasus perempuan menjadi korban kekerasan merupakan akibat dari adanya ketimpangan distribusi kuasa antara laki-laki dan perempuan yang dibangun oleh stereotype gender di dalam masyarakat.


Oleh karena itu, menurut Pusat Riset Gender dan Anak Unpad, Antik Bintari, untuk mencapai kesetaraan gender yang maksimal harus ada peraturan daerah khusus untuk bisa melibatan banyak stakeholder. Disaat yang bersamaan, masyarakat juga harus lebih aware dan diberikan edukasi mengenai isu kesetaraan gender.

Kekerasan Gender

Kekerasan Gender

Kebudayaan dan Isu Toleransi

Kasus kekerasan berbasis gender masih tinggi di Jawa Barat

Kuatnya budaya patriarki menyebabkan kasus kekerasan berbasis gender masih tinggi di Jawa Barat. Berdasarkan policy brief yang disusun oleh LBH APIK, kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 2.738 kasus pada 2020, menempati peringkat ketiga tertinggi untuk Angka Perempuan Korban Kekerasan. Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menjadi jenis kasus yang paling dominan, terutama menimpa perempuan muda dalam rentang usia 13-17 tahun.


Lalu pada 2023, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Forum Pengadaan Layanan (FPL) merilis Laporan Sinergi Data Kekerasan terhadap Perempuan periode 2023. Dalam laporan tersebut, tercatat ada 34.682 perempuan yang melaporkan dirinya sebagai korban kekerasan. Berdasarkan provinsinya, kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di Jawa Barat, dengan 3.901.


Merespons masalah tersebut, pemerintah Jawa Barat meluncurkan layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Terintegrasi. Layanan ini diintegrasikan dengan layanan Sapawarga yang dikelola oleh Diskominfo Jawa Barat, diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan perlindungan perempuan dan anak.


Namun, upaya tersebut dinilai tidak cukup untuk menekan angka kekerasan berbasis gender di Jawa Barat. Pemerintah diharapkan menilik lebih jauh kepada akar persoalan, bukan hanya merespons saat sudah terjadi kasus. Menurut Savy Amira, Women’s Crisis Centre, tingginya angka kekerasan berbasis gender di Jawa Barat salah satunya disebabkan oleh belum tercapainya kesetaraan gender. Maraknya kasus perempuan menjadi korban kekerasan merupakan akibat dari adanya ketimpangan distribusi kuasa antara laki-laki dan perempuan yang dibangun oleh stereotype gender di dalam masyarakat.


Oleh karena itu, menurut Pusat Riset Gender dan Anak Unpad, Antik Bintari, untuk mencapai kesetaraan gender yang maksimal harus ada peraturan daerah khusus untuk bisa melibatan banyak stakeholder. Disaat yang bersamaan, masyarakat juga harus lebih aware dan diberikan edukasi mengenai isu kesetaraan gender.

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin πŸ‘‰

Menurut saya,

Menurut saya,

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin πŸ‘‰

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin πŸ‘‰

Menemukan konten yang kurang sesuai?

Jika kamu menemukan konten kami yang dirasa kurang sesuai, baik dari segi sumber informasi atau data, masukkan feedbackmu melalui feedback form atau kontak kami melalui contact@bijakdemokrasi.id, agar kami dapat mereview ulang.

Buka bagian

Buka bagian

Buka bagian