Kabupaten Siak

Kabupaten Siak

Kabupaten Siak

Peneliti

Novita Andrian

Editor

Tantia Shecilia

Bagian dari Provinsi

:

Untuk warga Kabupaten Siak, selain memilih bupati, kamu juga harus memilih gubernur Provinsi Riau.

Untuk warga Kabupaten Siak, selain memilih bupati, kamu juga harus memilih gubernur Provinsi Riau.

Calon Pasangan Kandidat

(3)

:

no.1

Irving Kahar Arifin & Sugianto

Irving Kahar Arifin & Sugianto

KOALISI PARTAI

Koalisi PDIP PKB

Koalisi PDIP PKB

no.2

Afni Z. & Syamsurizal

Afni Z. & Syamsurizal

KOALISI PARTAI

Koalisi Kim Plus

Koalisi Kim Plus

no.3

Alfedri & Husni Merza

Alfedri & Husni Merza

Koalisi Petahana

Koalisi Petahana

Profil daerah

PERMASALAHAN DAERAH

BACA LAINNYA

🗺️ Profil Daerah

🗺️ Profil Daerah

Tentang Daerah

Terletak di Provinsi Riau, Siak memiliki kekayaan sejarah dengan Istana Siak sebagai ikon budaya. Sungai Siak yang mengalir melintasi kabupaten ini menjadi pusat kehidupan masyarakat.

Jumlah Penduduk

± 450 Ribu

Luas

8.556 km²

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

3.85 %

-0.4

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,46 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

Rp 109 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/Manufaktur

Rp 43 Triliun

Pertambangan dan Penggalian

Rp 28 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 25 Triliun

Data diambil dari laporan BPS: "PDRB Kabupaten Siak Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2022-2023"

Tentang Daerah

Terletak di Provinsi Riau, Siak memiliki kekayaan sejarah dengan Istana Siak sebagai ikon budaya. Sungai Siak yang mengalir melintasi kabupaten ini menjadi pusat kehidupan masyarakat.

Jumlah Penduduk

± 450 Ribu

Luas

8.556 km²

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

3.85 %

-0.4

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,46 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

Rp 109 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/Manufaktur

Rp 43 Triliun

Pertambangan dan Penggalian

Rp 28 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 25 Triliun

Data diambil dari laporan BPS: "PDRB Kabupaten Siak Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2022-2023"

Tentang Daerah

Terletak di Provinsi Riau, Siak memiliki kekayaan sejarah dengan Istana Siak sebagai ikon budaya. Sungai Siak yang mengalir melintasi kabupaten ini menjadi pusat kehidupan masyarakat.

Jumlah Penduduk

± 450 Ribu

Luas

8.556 km²

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

3.85 %

-0.4

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,46 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

Rp 109 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/Manufaktur

Rp 43 Triliun

Pertambangan dan Penggalian

Rp 28 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 25 Triliun

Data diambil dari laporan BPS: "PDRB Kabupaten Siak Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2022-2023"

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

Kebakaran Hutan

Iklim dan Lingkungan

Kebakaran Hutan Gambut di Siak Masih Jadi Momok

Kebakaran lahan gambut di Kabupaten Siak sudah jadi “tradisi” tahunan yang nggak diundang namun selalu datang. Tiap kali musim kemarau tiba, asap tebal menyelimuti langit. Gimana enggak, sejak tahun 2018 atau selama enam tahun terakhir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat  seluas 4.715 hektar hutan dan lahan di Siak terbakar. Kebakaran paling luas terjadi pada tahun 2016 yang mencapai 13.214 hektar!


Siak rentan mengalami kebakaran hutan sebab 57,44% dari wilayah administratif adalah lahan bergambut, menurut laman Eco Nusantara tahun 2024.   Karakteristik lahan gambut ini kaya karbon dan tinggi biodiversitas. Jadi, kalau sudah kebakar, apinya nggak gampang padam, malah bisa membara di bawah permukaan tanah selama berminggu-minggu. 


Kebakaran lahan ini sering disebabkan karena perilaku pembukaan lahan dengan cara dibakar. Membakar lahan dianggap cara paling cepat dan murah. Meski sudah dilarang, faktanya data Eyes on the Forest tahun 2021 menyebutkan, masih banyak perusahaan nakal di Siak yang membakar lahan khususnya di lahan gambut berkedalaman lebih dari 4 meter. 


Dampak dari kebakaran lahan tidak main-main! Asapnya menyebabkan banyak penduduk yang menderita penyakit pernafasan dan bahkan membuat  sekolah &  tempat kerja diliburkan.  Menurut penelitian Universitas Muhammadiyah Riau tahun 2022, Kabupaten Siak menduduki peringkat ke 6 sebagai daerah penderita ISPA balita terbanyak dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Riau yaitu sebanyak 15.123 kasus (40,9%). 


Parahnya, kebakaran lahan gambut ini juga mengganggu ekonomi lokal, lho! Kalau kata Pejabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto, di harian Antara tanggal 27 Maret tahun 2024, "Karhutla mengganggu perekonomian, kesehatan dan pendidikan. Bupati dan wali kota tolong jaga wilayah masing-masing, jangan sampai terjadi kebakaran lahan dan dibiarkan meluas." 


Solusinya gimana dong kira-kira? Sebenarnya sudah ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah. Misalnya, program restorasi lahan gambut yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2016 untuk mengembalikan fungsi lahan supaya nggak mudah terbakar lagi. Khusus untuk Kabupaten Siak, ada kebijakan “hijau” dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4/2022 tentang Siak Hijau. Sebelum itu, konsepsi Siak Kabupaten Hijau sudah dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 22 tahun 2018. Namun, karhutla di Siak masih terus terjadi. Kebakaran lahan gambut di Siak mungkin masalah klasik, tapi kita semua ingin supaya ini bisa segera teratasi. 

Kebakaran Hutan

Iklim dan Lingkungan

Kebakaran Hutan Gambut di Siak Masih Jadi Momok

Kebakaran lahan gambut di Kabupaten Siak sudah jadi “tradisi” tahunan yang nggak diundang namun selalu datang. Tiap kali musim kemarau tiba, asap tebal menyelimuti langit. Gimana enggak, sejak tahun 2018 atau selama enam tahun terakhir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat  seluas 4.715 hektar hutan dan lahan di Siak terbakar. Kebakaran paling luas terjadi pada tahun 2016 yang mencapai 13.214 hektar!


Siak rentan mengalami kebakaran hutan sebab 57,44% dari wilayah administratif adalah lahan bergambut, menurut laman Eco Nusantara tahun 2024.   Karakteristik lahan gambut ini kaya karbon dan tinggi biodiversitas. Jadi, kalau sudah kebakar, apinya nggak gampang padam, malah bisa membara di bawah permukaan tanah selama berminggu-minggu. 


Kebakaran lahan ini sering disebabkan karena perilaku pembukaan lahan dengan cara dibakar. Membakar lahan dianggap cara paling cepat dan murah. Meski sudah dilarang, faktanya data Eyes on the Forest tahun 2021 menyebutkan, masih banyak perusahaan nakal di Siak yang membakar lahan khususnya di lahan gambut berkedalaman lebih dari 4 meter. 


Dampak dari kebakaran lahan tidak main-main! Asapnya menyebabkan banyak penduduk yang menderita penyakit pernafasan dan bahkan membuat  sekolah &  tempat kerja diliburkan.  Menurut penelitian Universitas Muhammadiyah Riau tahun 2022, Kabupaten Siak menduduki peringkat ke 6 sebagai daerah penderita ISPA balita terbanyak dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Riau yaitu sebanyak 15.123 kasus (40,9%). 


Parahnya, kebakaran lahan gambut ini juga mengganggu ekonomi lokal, lho! Kalau kata Pejabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto, di harian Antara tanggal 27 Maret tahun 2024, "Karhutla mengganggu perekonomian, kesehatan dan pendidikan. Bupati dan wali kota tolong jaga wilayah masing-masing, jangan sampai terjadi kebakaran lahan dan dibiarkan meluas." 


Solusinya gimana dong kira-kira? Sebenarnya sudah ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah. Misalnya, program restorasi lahan gambut yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2016 untuk mengembalikan fungsi lahan supaya nggak mudah terbakar lagi. Khusus untuk Kabupaten Siak, ada kebijakan “hijau” dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4/2022 tentang Siak Hijau. Sebelum itu, konsepsi Siak Kabupaten Hijau sudah dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 22 tahun 2018. Namun, karhutla di Siak masih terus terjadi. Kebakaran lahan gambut di Siak mungkin masalah klasik, tapi kita semua ingin supaya ini bisa segera teratasi. 

Kebakaran Hutan

Iklim dan Lingkungan

Kebakaran Hutan Gambut di Siak Masih Jadi Momok

Kebakaran lahan gambut di Kabupaten Siak sudah jadi “tradisi” tahunan yang nggak diundang namun selalu datang. Tiap kali musim kemarau tiba, asap tebal menyelimuti langit. Gimana enggak, sejak tahun 2018 atau selama enam tahun terakhir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat  seluas 4.715 hektar hutan dan lahan di Siak terbakar. Kebakaran paling luas terjadi pada tahun 2016 yang mencapai 13.214 hektar!


Siak rentan mengalami kebakaran hutan sebab 57,44% dari wilayah administratif adalah lahan bergambut, menurut laman Eco Nusantara tahun 2024.   Karakteristik lahan gambut ini kaya karbon dan tinggi biodiversitas. Jadi, kalau sudah kebakar, apinya nggak gampang padam, malah bisa membara di bawah permukaan tanah selama berminggu-minggu. 


Kebakaran lahan ini sering disebabkan karena perilaku pembukaan lahan dengan cara dibakar. Membakar lahan dianggap cara paling cepat dan murah. Meski sudah dilarang, faktanya data Eyes on the Forest tahun 2021 menyebutkan, masih banyak perusahaan nakal di Siak yang membakar lahan khususnya di lahan gambut berkedalaman lebih dari 4 meter. 


Dampak dari kebakaran lahan tidak main-main! Asapnya menyebabkan banyak penduduk yang menderita penyakit pernafasan dan bahkan membuat  sekolah &  tempat kerja diliburkan.  Menurut penelitian Universitas Muhammadiyah Riau tahun 2022, Kabupaten Siak menduduki peringkat ke 6 sebagai daerah penderita ISPA balita terbanyak dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Riau yaitu sebanyak 15.123 kasus (40,9%). 


Parahnya, kebakaran lahan gambut ini juga mengganggu ekonomi lokal, lho! Kalau kata Pejabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto, di harian Antara tanggal 27 Maret tahun 2024, "Karhutla mengganggu perekonomian, kesehatan dan pendidikan. Bupati dan wali kota tolong jaga wilayah masing-masing, jangan sampai terjadi kebakaran lahan dan dibiarkan meluas." 


Solusinya gimana dong kira-kira? Sebenarnya sudah ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah. Misalnya, program restorasi lahan gambut yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2016 untuk mengembalikan fungsi lahan supaya nggak mudah terbakar lagi. Khusus untuk Kabupaten Siak, ada kebijakan “hijau” dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4/2022 tentang Siak Hijau. Sebelum itu, konsepsi Siak Kabupaten Hijau sudah dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 22 tahun 2018. Namun, karhutla di Siak masih terus terjadi. Kebakaran lahan gambut di Siak mungkin masalah klasik, tapi kita semua ingin supaya ini bisa segera teratasi. 

Jalan Rusak

Infrastruktur

Jalan Rusak di Siak: Kapan Ya Mulus Lagi?

Pernah nggak ngerasain gemesnya berkendara di jalanan yang berlubang-lubang? Yap, itu yang sering dialami sama warga Kabupaten Siak. Banyaknya jalanan yang berlubang bikin warga Siak harus ekstra hati-hati ketika berkendara, apalagi kalau malam hari. 


Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2023, Provinsi Riau menjadi wilayah dengan jalanan rusak terbanyak di Indonesia. Totalnya mencapai 1.073,5 km jalan yang mengalami kerusakan ringan dan berat. Dikutip dari Catatan Riau tahun 2024, dilaporkan kondisi jalan rusak di Kabupaten Siak berlubang sepanjang kurang lebih lima kilometer dan tergenang saat musim hujan. Selain boros waktu dan bikin kendaraan cepet rusak, dampak dari jalanan rusak ini juga bisa mengancam nyawa jika terus dibiarkan. 


Kenapa sih jalan-jalan ini bisa rusak? Salah satu penyebab utamanya adalah banyaknya kendaraan bermuatan berat yang lewat. Truk pengangkut kelapa sawit yang beroperasi di malam hari memiliki kekuatan rata-rata di atas MST 8 ton. Sementara kekuatan jalan hanya MST 8 ton. Parahnya lagi, hampir semua usaha pengepul sawit itu beroperasi tanpa izin, dikutip dari Cakaplah tahun 2024. 


Sebenarnya, anggaran untuk perbaikan infrastruktur di Siak nggak kecil, lho. Untuk proyek pelebaran jalan Kampung Teluk Masjid menuju Parit I/II, Kecamatan Sungai Apit saja, nilai proyeknya mencapai lebih dari Rp10 miliar! Sayangnya, proses perbaikan jalan kadang-kadang terkesan asal-asalan. Belum lama diperbaiki, sudah rusak lagi. Ini jadi tanda tanya besar buat kita semua: apakah perbaikan jalan benar-benar dilakukan dengan kualitas yang baik? Belum lagi, proses perbaikan jalan sering kali memakan waktu yang lama, hingga berbulan-bulan. Warga sering kali harus sabar nunggu, sementara tiap hari harus lewat jalanan yang makin parah. "Kalau udah hujan, makin banyak lubangnya, bawa motor jadi harus ekstra hati-hati," cerita Andi, warga setempat. 


Di sisi lain, ada juga jalan-jalan di desa yang belum pernah tersentuh aspal sama sekali. "Jalan di desa kami masih tanah liat, kalau hujan jadi becek, kalau kemarau jadi berdebu," kata Meila, warga desa di Siak. Kondisi ini jelas bikin akses transportasi warga desa jadi lebih sulit. Perlu ada evaluasi lebih mendalam soal bagaimana proyek-proyek infrastruktur ini dijalankan. 

Jalan Rusak

Jalan Rusak

Infrastruktur

Jalan Rusak di Siak: Kapan Ya Mulus Lagi?

Pernah nggak ngerasain gemesnya berkendara di jalanan yang berlubang-lubang? Yap, itu yang sering dialami sama warga Kabupaten Siak. Banyaknya jalanan yang berlubang bikin warga Siak harus ekstra hati-hati ketika berkendara, apalagi kalau malam hari. 


Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2023, Provinsi Riau menjadi wilayah dengan jalanan rusak terbanyak di Indonesia. Totalnya mencapai 1.073,5 km jalan yang mengalami kerusakan ringan dan berat. Dikutip dari Catatan Riau tahun 2024, dilaporkan kondisi jalan rusak di Kabupaten Siak berlubang sepanjang kurang lebih lima kilometer dan tergenang saat musim hujan. Selain boros waktu dan bikin kendaraan cepet rusak, dampak dari jalanan rusak ini juga bisa mengancam nyawa jika terus dibiarkan. 


Kenapa sih jalan-jalan ini bisa rusak? Salah satu penyebab utamanya adalah banyaknya kendaraan bermuatan berat yang lewat. Truk pengangkut kelapa sawit yang beroperasi di malam hari memiliki kekuatan rata-rata di atas MST 8 ton. Sementara kekuatan jalan hanya MST 8 ton. Parahnya lagi, hampir semua usaha pengepul sawit itu beroperasi tanpa izin, dikutip dari Cakaplah tahun 2024. 


Sebenarnya, anggaran untuk perbaikan infrastruktur di Siak nggak kecil, lho. Untuk proyek pelebaran jalan Kampung Teluk Masjid menuju Parit I/II, Kecamatan Sungai Apit saja, nilai proyeknya mencapai lebih dari Rp10 miliar! Sayangnya, proses perbaikan jalan kadang-kadang terkesan asal-asalan. Belum lama diperbaiki, sudah rusak lagi. Ini jadi tanda tanya besar buat kita semua: apakah perbaikan jalan benar-benar dilakukan dengan kualitas yang baik? Belum lagi, proses perbaikan jalan sering kali memakan waktu yang lama, hingga berbulan-bulan. Warga sering kali harus sabar nunggu, sementara tiap hari harus lewat jalanan yang makin parah. "Kalau udah hujan, makin banyak lubangnya, bawa motor jadi harus ekstra hati-hati," cerita Andi, warga setempat. 


Di sisi lain, ada juga jalan-jalan di desa yang belum pernah tersentuh aspal sama sekali. "Jalan di desa kami masih tanah liat, kalau hujan jadi becek, kalau kemarau jadi berdebu," kata Meila, warga desa di Siak. Kondisi ini jelas bikin akses transportasi warga desa jadi lebih sulit. Perlu ada evaluasi lebih mendalam soal bagaimana proyek-proyek infrastruktur ini dijalankan. 

Masyarakat Adat

Iklim dan Lingkungan

Merasa Asing di Tanah Sendiri

Di Kabupaten Siak, kita sering dengar cerita tentang kekayaan budaya dan tradisi masyarakat adat yang sudah ada sejak dulu. Tapi, di balik itu, ada masalah penting yang terus terjadi: komunikasi yang terputus antara masyarakat adat dan pihak-pihak yang menjalankan proyek pembangunan dan semenisasi jalan di tanah mereka. 


Bayangin aja, ada pekerjaan di atas tanah leluhur kamu, tapi kamu sendiri nggak diajak bicara soal itu. Sayangnya, ini bukan sekadar bayangan, tapi realita yang dihadapi oleh beberapa masyarakat adat di Siak.  Misalnya soal Persukuan Batin Gasib Siak, yang merasa nggak dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan terkait konflik lahan dengan PT Surya Intisari Raya. Padahal, mereka yang paling paham tentang tanah dan alam tempat mereka tinggal. Seperti pepatah bilang, "tak kenal maka tak sayang," tapi dalam konteks ini, "tak dilibatkan maka tak dihormati."


Keputusan-keputusan yang diambil tanpa melibatkan masyarakat adat bisa merusak keseimbangan alam dan budaya yang sudah mereka jaga selama berabad-abad. Kenapa ini bisa terjadi? Salah satu alasannya adalah perbedaan cara pandang. Bagi masyarakat adat, tanah bukan cuma sebidang lahan untuk dieksploitasi. Tanah adalah bagian dari identitas, tempat di mana sejarah, budaya, dan kehidupan mereka berakar. Sedangkan, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek lebih fokus pada aspek ekonomi dan pembangunan. 


Apakah komunikasi ini bisa dibentuk? Bisa. Seperti PT Dharma Satya Nusantara yang telah berhasil menyusun panduan pengembangan masyarakat adat dan pelestarian warisan budaya lokal bersama masyarakat, pemuka adat, dan perwakilan lembaga adat di Blok Muara Wahau, Karangan dan Bengalon. Upaya untuk meningkatkan komunikasi ini harus datang dari kedua belah pihak. Seluruh stakeholders perlu lebih terbuka dan proaktif dalam melibatkan masyarakat adat, sesuai dengan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Juga menghormati Perda Nomor 2 Tahun 2015 yang mengakui keberadaan kampung adat, termasuk hak atas hutan adat dan tanah ulayatnya.


Sayangnya, hal ini belum cukup. Sejumlah aktivis lingkungan seperti Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) bersama Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Riau, juga telah meminta pemerintah daerah untuk menolak semua penerbitan izin baru seperti izin Hak Guna Usaha, Hutan Tanaman Industri dan sejenisnya tanpa melibatkan pemangku adat melalui proses musyawarah adat. 

Masyarakat Adat

Masyarakat Adat

Iklim dan Lingkungan

Merasa Asing di Tanah Sendiri

Di Kabupaten Siak, kita sering dengar cerita tentang kekayaan budaya dan tradisi masyarakat adat yang sudah ada sejak dulu. Tapi, di balik itu, ada masalah penting yang terus terjadi: komunikasi yang terputus antara masyarakat adat dan pihak-pihak yang menjalankan proyek pembangunan dan semenisasi jalan di tanah mereka. 


Bayangin aja, ada pekerjaan di atas tanah leluhur kamu, tapi kamu sendiri nggak diajak bicara soal itu. Sayangnya, ini bukan sekadar bayangan, tapi realita yang dihadapi oleh beberapa masyarakat adat di Siak.  Misalnya soal Persukuan Batin Gasib Siak, yang merasa nggak dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan terkait konflik lahan dengan PT Surya Intisari Raya. Padahal, mereka yang paling paham tentang tanah dan alam tempat mereka tinggal. Seperti pepatah bilang, "tak kenal maka tak sayang," tapi dalam konteks ini, "tak dilibatkan maka tak dihormati."


Keputusan-keputusan yang diambil tanpa melibatkan masyarakat adat bisa merusak keseimbangan alam dan budaya yang sudah mereka jaga selama berabad-abad. Kenapa ini bisa terjadi? Salah satu alasannya adalah perbedaan cara pandang. Bagi masyarakat adat, tanah bukan cuma sebidang lahan untuk dieksploitasi. Tanah adalah bagian dari identitas, tempat di mana sejarah, budaya, dan kehidupan mereka berakar. Sedangkan, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek lebih fokus pada aspek ekonomi dan pembangunan. 


Apakah komunikasi ini bisa dibentuk? Bisa. Seperti PT Dharma Satya Nusantara yang telah berhasil menyusun panduan pengembangan masyarakat adat dan pelestarian warisan budaya lokal bersama masyarakat, pemuka adat, dan perwakilan lembaga adat di Blok Muara Wahau, Karangan dan Bengalon. Upaya untuk meningkatkan komunikasi ini harus datang dari kedua belah pihak. Seluruh stakeholders perlu lebih terbuka dan proaktif dalam melibatkan masyarakat adat, sesuai dengan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Juga menghormati Perda Nomor 2 Tahun 2015 yang mengakui keberadaan kampung adat, termasuk hak atas hutan adat dan tanah ulayatnya.


Sayangnya, hal ini belum cukup. Sejumlah aktivis lingkungan seperti Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) bersama Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Riau, juga telah meminta pemerintah daerah untuk menolak semua penerbitan izin baru seperti izin Hak Guna Usaha, Hutan Tanaman Industri dan sejenisnya tanpa melibatkan pemangku adat melalui proses musyawarah adat. 

Akses Kesehatan

Pendidikan dan Kesehatan

Apa Kabar Akses Kesehatan di Siak?

Nggak bisa dipungkiri, Siak masih memiliki banyak tantangan soal fasilitas kesehatan yang harus dihadapi. Puskesmas memang ada, namun hanya ada 15 puskesmas, dan kadang jaraknya jauh dari pemukiman warga. Sama seperti yang terjadi pada Luhut Sianturi, warga Kecamatan Minas. Ia kehilangan ayahnya ketika ayahnya membutuhkan tabung oksigen untuk bantuan bernapas. Kebutuhan ayah Luhut itu tak bisa diberikan oleh pihak Puskesmas Minas. Pun ketika dalam keadaan darurat yang mengharuskan ayah Luhut mendapat rujukan ke Pekanbaru, ambulans milik Puskesmas Minas bahkan tak memiliki supir. 


Belum lagi PR besar soal tenaga medisnya. Tenaga medis di Siak, terutama di daerah-daerah terpencil, masih tergolong kurang. Menurut data dari Badan Pusat Statistik 2023, Kabupaten Siak hanya memiliki 483 tenaga kesehatan untuk melayani 477,064 ribu jiwa per 2023. itu artinya, satu tenaga kesehatan harus melayani kurang lebih 1.000 warga!  


Alih-alih membangun Puskesmas baru di daerah terpencil, Pemerintah Kabupaten Siak malah memberikan bantuan ambulans untuk warga di Kampung Teluk Mesjid, Kecamatan Sungai Apit. Menurut Bupati Siak, Alfedri, langkah itu upaya untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan masyarakat Kabupaten Siak yang jaraknya jauh dari jangkauan Puskesmas. Pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat memang berupaya meningkatkan layanan kesehatan di Siak, namun hingga kini masih jauh dari kata ideal.

Akses Kesehatan

Akses Kesehatan

Pendidikan dan Kesehatan

Apa Kabar Akses Kesehatan di Siak?

Nggak bisa dipungkiri, Siak masih memiliki banyak tantangan soal fasilitas kesehatan yang harus dihadapi. Puskesmas memang ada, namun hanya ada 15 puskesmas, dan kadang jaraknya jauh dari pemukiman warga. Sama seperti yang terjadi pada Luhut Sianturi, warga Kecamatan Minas. Ia kehilangan ayahnya ketika ayahnya membutuhkan tabung oksigen untuk bantuan bernapas. Kebutuhan ayah Luhut itu tak bisa diberikan oleh pihak Puskesmas Minas. Pun ketika dalam keadaan darurat yang mengharuskan ayah Luhut mendapat rujukan ke Pekanbaru, ambulans milik Puskesmas Minas bahkan tak memiliki supir. 


Belum lagi PR besar soal tenaga medisnya. Tenaga medis di Siak, terutama di daerah-daerah terpencil, masih tergolong kurang. Menurut data dari Badan Pusat Statistik 2023, Kabupaten Siak hanya memiliki 483 tenaga kesehatan untuk melayani 477,064 ribu jiwa per 2023. itu artinya, satu tenaga kesehatan harus melayani kurang lebih 1.000 warga!  


Alih-alih membangun Puskesmas baru di daerah terpencil, Pemerintah Kabupaten Siak malah memberikan bantuan ambulans untuk warga di Kampung Teluk Mesjid, Kecamatan Sungai Apit. Menurut Bupati Siak, Alfedri, langkah itu upaya untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan masyarakat Kabupaten Siak yang jaraknya jauh dari jangkauan Puskesmas. Pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat memang berupaya meningkatkan layanan kesehatan di Siak, namun hingga kini masih jauh dari kata ideal.

Transportasi Umum

Infrastruktur

Transpostasi Umum di Siak Hanya Ada di Kecamatan Kandis

Buat kamu yang ingin ke Siak tanpa kendaraan pribadi, bersiaplah untuk jadi petualang sejati karena di sini transportasi umum sangat minim. Luas Kabupaten Siak mencapai 8.556,09 kilometer persegi. Ada banyak desa yang lokasinya jauh dari pusat kota. Buat mereka yang tinggal di kota besar, mungkin angkot, bus, atau ojek online sudah jadi bagian dari keseharian. Tapi di Siak, opsi-opsi itu belum tentu ada di setiap sudut. 


Terus, gimana solusi sementara buat masalah ini? Beberapa desa mulai kreatif dengan bikin angkutan desa yang dikelola secara mandiri. Misalnya, Warga Kampung Teluk Lanus, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, yang menciptakan inovasi pada angkutan umum dengan memanfaatkan mesin dompeng. Mesin dompeng tersebut dirakit manual menjadi kendaraan menyerupai mobil yang digunakan bak angkutan umum. Warga menyebutnya mobil gerandong, yang dimanfaatkan untuk keperluan bersama, mengangkut hasil panen petani, hingga antar-jemput barang pelabuhan. Memang, kenyamanannya jauh dari angkot atau bus di kota besar, tapi setidaknya ini bisa jadi solusi sementara buat mereka yang butuh transportasi.


Sebenarnya, ada juga upaya dari pemerintah daerah untuk memperbaiki dan memperluas jaringan transportasi umum. Tahun 2022 lalu, Pemkab Siak menyediakan pelayanan angkutan sekolah gratis (antar jemput pulang pergi sekolah). Sayangnya, pelayanan masih terbatas hanya untuk trayek Kecamatan Minas dan Kandis. Isu transportasi umum dalam laman Dinas Perhubungan Kabupaten Siak pun terbatas: hanya ada tiga berita, yang artinya isu ini belum jadi prioritas pemerintah setempat. 


Masalah lainnya yang nggak kalah penting adalah soal biaya. Karena pilihan transportasi umum yang terbatas, tarif angkutan jadi cenderung lebih mahal. Misalnya, tarif travel dari Pekanbaru ke Buatan yang berjarak 81 km dibanderol harga Rp120 ribu sekali perjalanan. Ke depannya, butuh perhatian lebih dari semua pihak buat memperbaiki sistem transportasi umum di Siak. 

Transportasi Umum

Transportasi Umum

Infrastruktur

Transpostasi Umum di Siak Hanya Ada di Kecamatan Kandis

Buat kamu yang ingin ke Siak tanpa kendaraan pribadi, bersiaplah untuk jadi petualang sejati karena di sini transportasi umum sangat minim. Luas Kabupaten Siak mencapai 8.556,09 kilometer persegi. Ada banyak desa yang lokasinya jauh dari pusat kota. Buat mereka yang tinggal di kota besar, mungkin angkot, bus, atau ojek online sudah jadi bagian dari keseharian. Tapi di Siak, opsi-opsi itu belum tentu ada di setiap sudut. 


Terus, gimana solusi sementara buat masalah ini? Beberapa desa mulai kreatif dengan bikin angkutan desa yang dikelola secara mandiri. Misalnya, Warga Kampung Teluk Lanus, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, yang menciptakan inovasi pada angkutan umum dengan memanfaatkan mesin dompeng. Mesin dompeng tersebut dirakit manual menjadi kendaraan menyerupai mobil yang digunakan bak angkutan umum. Warga menyebutnya mobil gerandong, yang dimanfaatkan untuk keperluan bersama, mengangkut hasil panen petani, hingga antar-jemput barang pelabuhan. Memang, kenyamanannya jauh dari angkot atau bus di kota besar, tapi setidaknya ini bisa jadi solusi sementara buat mereka yang butuh transportasi.


Sebenarnya, ada juga upaya dari pemerintah daerah untuk memperbaiki dan memperluas jaringan transportasi umum. Tahun 2022 lalu, Pemkab Siak menyediakan pelayanan angkutan sekolah gratis (antar jemput pulang pergi sekolah). Sayangnya, pelayanan masih terbatas hanya untuk trayek Kecamatan Minas dan Kandis. Isu transportasi umum dalam laman Dinas Perhubungan Kabupaten Siak pun terbatas: hanya ada tiga berita, yang artinya isu ini belum jadi prioritas pemerintah setempat. 


Masalah lainnya yang nggak kalah penting adalah soal biaya. Karena pilihan transportasi umum yang terbatas, tarif angkutan jadi cenderung lebih mahal. Misalnya, tarif travel dari Pekanbaru ke Buatan yang berjarak 81 km dibanderol harga Rp120 ribu sekali perjalanan. Ke depannya, butuh perhatian lebih dari semua pihak buat memperbaiki sistem transportasi umum di Siak. 

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Menurut saya,

Menurut saya,

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Menemukan konten yang kurang sesuai?

Jika kamu menemukan konten kami yang dirasa kurang sesuai, baik dari segi sumber informasi atau data, masukkan feedbackmu melalui feedback form atau kontak kami melalui contact@bijakdemokrasi.id, agar kami dapat mereview ulang.

Buka bagian

Buka bagian

Buka bagian