Provinsi Sumatra Utara
Provinsi Sumatra Utara
Provinsi Sumatra Utara
Peneliti
Muhammad Zubeir Sipahutar
Editor
Tantia Shecilia
Kota & Kabupaten
(1)
:
Selain memilih gubernur untuk Sumatra Utara, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupatenmu.
Selain memilih gubernur untuk Sumatra Utara, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupatenmu.
Calon Pasangan Kandidat
(2)
:
Koalisi Kim Plus
Koalisi Kim Plus
Profil daerah
PERMASALAHAN DAERAH
BACA LAINNYA
🗺️ Profil Daerah
Tentang Daerah
Sumatra Utara terkenal dengan keindahan alamnya, seperti Danau Toba dan Pulau Samosir. Medan sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat perdagangan, industri, dan budaya di kawasan utara pulau Sumatra.
Jumlah Penduduk
± 15 Juta
Luas
72.981 km²
Kabupaten
25
Kota
8
ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)
5.1 %
-0.14
UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)
Rp 2,80 Juta
Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)
± Rp 1.051 Triliun
SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Rp 248 Triliun
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Rp 201 Triliun
Industri Pengolahan/Manufaktur
Rp 194 Triliun
Data diambil dari laporan BPS: "Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2019-2023"
Tentang Daerah
Sumatra Utara terkenal dengan keindahan alamnya, seperti Danau Toba dan Pulau Samosir. Medan sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat perdagangan, industri, dan budaya di kawasan utara pulau Sumatra.
Jumlah Penduduk
± 15 Juta
Luas
72.981 km²
Kabupaten
25
Kota
8
ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)
5.1 %
-0.14
UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)
Rp 2,80 Juta
Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)
± Rp 1.051 Triliun
SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Rp 248 Triliun
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Rp 201 Triliun
Industri Pengolahan/Manufaktur
Rp 194 Triliun
Data diambil dari laporan BPS: "Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2019-2023"
Tentang Daerah
Sumatra Utara terkenal dengan keindahan alamnya, seperti Danau Toba dan Pulau Samosir. Medan sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat perdagangan, industri, dan budaya di kawasan utara pulau Sumatra.
Jumlah Penduduk
± 15 Juta
Luas
72.981 km²
Kabupaten
25
Kota
8
ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)
5.1 %
-0.14
UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)
Rp 2,80 Juta
Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)
± Rp 1.051 Triliun
SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Rp 248 Triliun
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Rp 201 Triliun
Industri Pengolahan/Manufaktur
Rp 194 Triliun
Data diambil dari laporan BPS: "Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2019-2023"
Keuangan Daerah
Keuangan Daerah
Keuangan Daerah
⚠️ Isu Sorotan Daerah
Konflik Agraria
Iklim dan Lingungan
Sumut Masih Darurat Konflik Agraria
Tahukah kamu bahwa Sumatera Utara jadi Provinsi kedua dengan konflik agraria terbanyak? Walhi Sumut mencatat di tahun 2023, ada sekitar 37 kelompok petani yang mengalami konflik agraria dengan perusahaan yang luasnya mencapai 19.485,59 hektar. Ironisnya, ada pula 8 kasus konflik agraria di Kawasan Hutan dengan luas areal kurang lebih 3.057 hektar.
Salah satu kasus mencolok adalah konflik agraria di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang telah terjadi selama 60 tahun! Konflik ini terjadi ketika masyarakat adat mengklaim tanah mereka yang tumpang tindih dengan izin perusahaan dan keputusan pemerintah. Masyarakat adat merasa terabaikan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi tanah mereka. Masalah ini diperburuk dengan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat adat.
Isu konflik agraria semakin rumit dengan adanya program Food Estate di Sumatera Utara. Program ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui pengembangan lahan pertanian skala besar. Namun dalam implementasinya sering mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan adat, sehingga memperburuk ketegangan yang sudah ada. Parahnya, sekitar 80% lahan tersebut kini terlantar tanpa kejelasan. Dari total lahan Food Estate yang berjumlah sekitar 215 hektar, hanya dikelola sekitar 20 hektar saja.
Sebenarnya, pemerintah Sumatera Utara sudah melakukan beberapa langkah yakni membentuk tim gugus tugas reforma agraria yang bertujuan untuk menuntaskan konflik-konflik agraria. Reforma agraria dicanangkan melalui penataan dan redistribusi tanah, pendataan dan verifikasi hak atas tanah, dan mediasi baik antara pihak pemerintah dan masyarakat adat yang terdampak. Namun, realisasi belum sepenuhnya dilakukan. Diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adil dalam pengelolaan tanah dan program pengembangan. Sejalan dengan UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), dialog yang konstruktif dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat harus menjadi prioritas untuk menyelesaikan konflik agraria di Sumatera Utara.
Konflik Agraria
Iklim dan Lingungan
Sumut Masih Darurat Konflik Agraria
Tahukah kamu bahwa Sumatera Utara jadi Provinsi kedua dengan konflik agraria terbanyak? Walhi Sumut mencatat di tahun 2023, ada sekitar 37 kelompok petani yang mengalami konflik agraria dengan perusahaan yang luasnya mencapai 19.485,59 hektar. Ironisnya, ada pula 8 kasus konflik agraria di Kawasan Hutan dengan luas areal kurang lebih 3.057 hektar.
Salah satu kasus mencolok adalah konflik agraria di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang telah terjadi selama 60 tahun! Konflik ini terjadi ketika masyarakat adat mengklaim tanah mereka yang tumpang tindih dengan izin perusahaan dan keputusan pemerintah. Masyarakat adat merasa terabaikan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi tanah mereka. Masalah ini diperburuk dengan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat adat.
Isu konflik agraria semakin rumit dengan adanya program Food Estate di Sumatera Utara. Program ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui pengembangan lahan pertanian skala besar. Namun dalam implementasinya sering mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan adat, sehingga memperburuk ketegangan yang sudah ada. Parahnya, sekitar 80% lahan tersebut kini terlantar tanpa kejelasan. Dari total lahan Food Estate yang berjumlah sekitar 215 hektar, hanya dikelola sekitar 20 hektar saja.
Sebenarnya, pemerintah Sumatera Utara sudah melakukan beberapa langkah yakni membentuk tim gugus tugas reforma agraria yang bertujuan untuk menuntaskan konflik-konflik agraria. Reforma agraria dicanangkan melalui penataan dan redistribusi tanah, pendataan dan verifikasi hak atas tanah, dan mediasi baik antara pihak pemerintah dan masyarakat adat yang terdampak. Namun, realisasi belum sepenuhnya dilakukan. Diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adil dalam pengelolaan tanah dan program pengembangan. Sejalan dengan UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), dialog yang konstruktif dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat harus menjadi prioritas untuk menyelesaikan konflik agraria di Sumatera Utara.
Konflik Agraria
Iklim dan Lingungan
Sumut Masih Darurat Konflik Agraria
Tahukah kamu bahwa Sumatera Utara jadi Provinsi kedua dengan konflik agraria terbanyak? Walhi Sumut mencatat di tahun 2023, ada sekitar 37 kelompok petani yang mengalami konflik agraria dengan perusahaan yang luasnya mencapai 19.485,59 hektar. Ironisnya, ada pula 8 kasus konflik agraria di Kawasan Hutan dengan luas areal kurang lebih 3.057 hektar.
Salah satu kasus mencolok adalah konflik agraria di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang telah terjadi selama 60 tahun! Konflik ini terjadi ketika masyarakat adat mengklaim tanah mereka yang tumpang tindih dengan izin perusahaan dan keputusan pemerintah. Masyarakat adat merasa terabaikan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi tanah mereka. Masalah ini diperburuk dengan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat adat.
Isu konflik agraria semakin rumit dengan adanya program Food Estate di Sumatera Utara. Program ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui pengembangan lahan pertanian skala besar. Namun dalam implementasinya sering mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan adat, sehingga memperburuk ketegangan yang sudah ada. Parahnya, sekitar 80% lahan tersebut kini terlantar tanpa kejelasan. Dari total lahan Food Estate yang berjumlah sekitar 215 hektar, hanya dikelola sekitar 20 hektar saja.
Sebenarnya, pemerintah Sumatera Utara sudah melakukan beberapa langkah yakni membentuk tim gugus tugas reforma agraria yang bertujuan untuk menuntaskan konflik-konflik agraria. Reforma agraria dicanangkan melalui penataan dan redistribusi tanah, pendataan dan verifikasi hak atas tanah, dan mediasi baik antara pihak pemerintah dan masyarakat adat yang terdampak. Namun, realisasi belum sepenuhnya dilakukan. Diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adil dalam pengelolaan tanah dan program pengembangan. Sejalan dengan UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), dialog yang konstruktif dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat harus menjadi prioritas untuk menyelesaikan konflik agraria di Sumatera Utara.
Pengganguran
Ekonomi dan kesejahteraan
Pengganguran Sumut Semakin Akut
Angka pengangguran di Sumatera Utara mengkhawatirkan. Dari 7,2 juta orang yang menganggur di Indonesia, 408 ribu penganggur berasal dari Sumatera Utara, dikutip dari data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara per Februari 2024. Pada periode yang sama, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk jenjang pendidikan Universitas menduduki peringkat tertinggi hingga 8,02 persen.
Salah satu penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah kualitas pendidikan yang tidak selalu sejalan dengan kebutuhan industri. Banyak lulusan merasa tidak siap menghadapi dunia kerja karena kurangnya keterampilan praktis yang dibutuhkan. Selain itu, ketidakstabilan ekonomi di Sumatera Utara turut memperburuk situasi ini. Kondisi sosial politik yang tidak menentu, termasuk konflik dan ketidakpastian kebijakan, berkontribusi pada lambatnya pertumbuhan ekonomi dan rendahnya lapangan kerja baru.
Pemerintah Sumatera Utara telah mencanangkan program Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda (Sertakan) untuk mengatasi isu ini. Gerakan ini baru diluncurkan pada Agustus 2024 lalu oleh Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni untuk mengajak seluruh pihak melindungi pekerja rentan melalui pemberian jaminan sosial. Namun yang terpenting, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan keterampilan penganggur yang sama sekali tidak bekerja melalui berbagai pelatihan. Selain itu, pemerintah juga perlu bekerjasama dengan berbagai stakeholders untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih inklusif.
Pengganguran
Pengganguran
Ekonomi dan kesejahteraan
Pengganguran Sumut Semakin Akut
Angka pengangguran di Sumatera Utara mengkhawatirkan. Dari 7,2 juta orang yang menganggur di Indonesia, 408 ribu penganggur berasal dari Sumatera Utara, dikutip dari data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara per Februari 2024. Pada periode yang sama, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk jenjang pendidikan Universitas menduduki peringkat tertinggi hingga 8,02 persen.
Salah satu penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah kualitas pendidikan yang tidak selalu sejalan dengan kebutuhan industri. Banyak lulusan merasa tidak siap menghadapi dunia kerja karena kurangnya keterampilan praktis yang dibutuhkan. Selain itu, ketidakstabilan ekonomi di Sumatera Utara turut memperburuk situasi ini. Kondisi sosial politik yang tidak menentu, termasuk konflik dan ketidakpastian kebijakan, berkontribusi pada lambatnya pertumbuhan ekonomi dan rendahnya lapangan kerja baru.
Pemerintah Sumatera Utara telah mencanangkan program Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda (Sertakan) untuk mengatasi isu ini. Gerakan ini baru diluncurkan pada Agustus 2024 lalu oleh Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni untuk mengajak seluruh pihak melindungi pekerja rentan melalui pemberian jaminan sosial. Namun yang terpenting, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan keterampilan penganggur yang sama sekali tidak bekerja melalui berbagai pelatihan. Selain itu, pemerintah juga perlu bekerjasama dengan berbagai stakeholders untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih inklusif.
Narkoba
Pendidikan dan Kesehatan
Narkoba Merajalela di Sumut
Sumatera Utara menghadapi krisis serius terkait peredaran dan penggunaan narkoba. Pada tahun 2020, Sumut bahkan pernah menjadi Provinsi yang pecandu narkobanya paling banyak di Indonesia menurut BNN. Ironisnya, kondisi ini masih berlanjut hingga sekarang. Dari 3,3 juta pengguna narkoba di Indonesia, setidaknya 1 juta di antaranya berasal dari Sumut. Tak hanya menjadi tempat peredaran terbesar, Sumut juga menjadi tempat transit jaringan narkoba antarprovinsi. Usut punya usut, jalur Pantai Timur Sumatera Utara merupakan jalur utama masuknya narkoba di Sumut.
Sepanjang tahun ini, 2.365 pelaku telah ditangkap oleh aparat kepolisian dengan barang bukti 419,20 kilogram sabu. Penyitaan ini merupakan salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Ratusan kilogram sabu dan ribuan tersangka menunjukkan kondisi darurat narkoba di Sumut. Apa dampaknya? narkoba tidak hanya menjadi penyebab tingginya kriminalitas, tapi juga penyebab kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan enam orang meninggal dunia di Kabupaten Simalungun.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Sumut terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya narkoba. Di sisi lain, Polda Sumut gencar melakukan pemberantasan terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Namun yang tak kalah mendesak, adalah upaya penyembuhan & rehabilitasi pecandu narkoba juga harus dilakukan. Jika 1 juta pecandu narkoba tidak disembuhkan, permintaan narkoba dari masyarakat akan tetap tinggi. Mengingat kapasitas rehabilitasi yang rendah, pemerintah perlu lebih serius untuk memprioritaskan anggaran pemberantasan narkoba di Sumut.
Narkoba
Narkoba
Pendidikan dan Kesehatan
Narkoba Merajalela di Sumut
Sumatera Utara menghadapi krisis serius terkait peredaran dan penggunaan narkoba. Pada tahun 2020, Sumut bahkan pernah menjadi Provinsi yang pecandu narkobanya paling banyak di Indonesia menurut BNN. Ironisnya, kondisi ini masih berlanjut hingga sekarang. Dari 3,3 juta pengguna narkoba di Indonesia, setidaknya 1 juta di antaranya berasal dari Sumut. Tak hanya menjadi tempat peredaran terbesar, Sumut juga menjadi tempat transit jaringan narkoba antarprovinsi. Usut punya usut, jalur Pantai Timur Sumatera Utara merupakan jalur utama masuknya narkoba di Sumut.
Sepanjang tahun ini, 2.365 pelaku telah ditangkap oleh aparat kepolisian dengan barang bukti 419,20 kilogram sabu. Penyitaan ini merupakan salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Ratusan kilogram sabu dan ribuan tersangka menunjukkan kondisi darurat narkoba di Sumut. Apa dampaknya? narkoba tidak hanya menjadi penyebab tingginya kriminalitas, tapi juga penyebab kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan enam orang meninggal dunia di Kabupaten Simalungun.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Sumut terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya narkoba. Di sisi lain, Polda Sumut gencar melakukan pemberantasan terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Namun yang tak kalah mendesak, adalah upaya penyembuhan & rehabilitasi pecandu narkoba juga harus dilakukan. Jika 1 juta pecandu narkoba tidak disembuhkan, permintaan narkoba dari masyarakat akan tetap tinggi. Mengingat kapasitas rehabilitasi yang rendah, pemerintah perlu lebih serius untuk memprioritaskan anggaran pemberantasan narkoba di Sumut.
Korupsi
Korupsi dan kebebasan berpendapat
Korupsi Pejabat yang Tak Berkesudahan
Sumatera Utara dikenal sebagai salah satu daerah dengan kasus korupsi pejabat tinggi yang cukup tinggi. Pada 2019 hingga 2023, Sumut menempati posisi ke 2 dari 10 provinsi dengan kasus korupsi terbanyak, berdasarkan data Indonesia Corruption Watch. Mirisnya, dalam catatan KPK hingga November 2022, ada 17 kepala daerah di Sumut yang terjerat korupsi. Bahkan dua gubernur Sumatera Utara juga pernah berturut-turut ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Tak berhenti sampai di situ, awal September 2024 lalu Kejati juga menahan anggota DPRD Sumut yang diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek Peningkatan Kapasitas Jalan Provinsi Ruas Parsoburan-Batas, Labuhan Batu Utara, dan Toba Samosir. Tidak main-main, kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp5,1 miliar.
Menurut Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Mirza Nasution, politik biaya tinggi menjadi salah satu penyebab para kepala daerah dan anggota DPRD di Sumut terjerat korupsi. Hal ini membuat para calon kepala daerah mencari cukong sejak awal menjabat. Sehingga, ketika terpilih, para cukong akan memperoleh proyek balas budi. Akibat korupsi yang tak berkesudahan ini, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun. Terbukti, sejak pilkada 2005 hingga 2020, tingkat partisipasi pemilih selalu kurang dari 50 persen. Pada Pilkada Medan 2020, misalnya, tingkat partisipasi pemilih hanya 46 persen. Bahkan di tahun 2015, partisipasi pemilih di Medan hanya 25%.
Korupsi pejabat dan kepala daerah di Sumatera Utara bak kanker kronis yang sulit diberantas. Meskipun banyak yang telah dipenjara dan diadil, namun, budaya korupsi di Sumut masih tetap tinggi. Penegakan hukum yang lebih ketat, transparansi pemerintahan, perbaikan sistem hingga mencari solusi dari tingginya biaya politik perlu diusahakan bersama untuk mengatasi korupsi yang tak berkesudahan ini.
Korupsi
Korupsi
Korupsi dan kebebasan berpendapat
Korupsi Pejabat yang Tak Berkesudahan
Sumatera Utara dikenal sebagai salah satu daerah dengan kasus korupsi pejabat tinggi yang cukup tinggi. Pada 2019 hingga 2023, Sumut menempati posisi ke 2 dari 10 provinsi dengan kasus korupsi terbanyak, berdasarkan data Indonesia Corruption Watch. Mirisnya, dalam catatan KPK hingga November 2022, ada 17 kepala daerah di Sumut yang terjerat korupsi. Bahkan dua gubernur Sumatera Utara juga pernah berturut-turut ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Tak berhenti sampai di situ, awal September 2024 lalu Kejati juga menahan anggota DPRD Sumut yang diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek Peningkatan Kapasitas Jalan Provinsi Ruas Parsoburan-Batas, Labuhan Batu Utara, dan Toba Samosir. Tidak main-main, kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp5,1 miliar.
Menurut Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Mirza Nasution, politik biaya tinggi menjadi salah satu penyebab para kepala daerah dan anggota DPRD di Sumut terjerat korupsi. Hal ini membuat para calon kepala daerah mencari cukong sejak awal menjabat. Sehingga, ketika terpilih, para cukong akan memperoleh proyek balas budi. Akibat korupsi yang tak berkesudahan ini, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun. Terbukti, sejak pilkada 2005 hingga 2020, tingkat partisipasi pemilih selalu kurang dari 50 persen. Pada Pilkada Medan 2020, misalnya, tingkat partisipasi pemilih hanya 46 persen. Bahkan di tahun 2015, partisipasi pemilih di Medan hanya 25%.
Korupsi pejabat dan kepala daerah di Sumatera Utara bak kanker kronis yang sulit diberantas. Meskipun banyak yang telah dipenjara dan diadil, namun, budaya korupsi di Sumut masih tetap tinggi. Penegakan hukum yang lebih ketat, transparansi pemerintahan, perbaikan sistem hingga mencari solusi dari tingginya biaya politik perlu diusahakan bersama untuk mengatasi korupsi yang tak berkesudahan ini.
Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉
Menurut saya,
Menurut saya,
Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉
Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉
Baca berita seputar pilkada daerah
Menemukan konten yang kurang sesuai?
Jika kamu menemukan konten kami yang dirasa kurang sesuai, baik dari segi sumber informasi atau data, masukkan feedbackmu melalui feedback form atau kontak kami melalui contact@bijakdemokrasi.id, agar kami dapat mereview ulang.